Jepara Berada Di Daerah
MNC Peduli Dukung Pengembangan Kerajinan Tenun Ekraf Ngudi Rahayu Boyolali
Warisan Budaya dari Pelukis PrabangkaraWarisan budaya dan tradisi turun temurun ini juga punya sejarahnya tersendiri yang berasal dari sosok pengukir dan pelukis bernama Prabangkara yang hidup di zaman Raja Brawijaya dari Kerajaan Majapahit. Konon dahulu kala Prabangkara sang ahli lukis dan ukir itu dipanggil oleh Raja Brawijaya untuk melukis isterinya dalam keadaan tanpa busana sebagai wujud cinta sang raja.
Windy Wimpy Siap Bagikan Ide Usaha dengan Membuat Kerajinan Clay di Morning Update, iNews
Jepara, pusat kerajinan ukir kayu yang terkenal di daerah Jawa Tengah ini memiliki sejarah panjang karena kemampuan bertukang dan mengukir yang diturunkan dari generasi ke generasi. Kebiasaan ini pun seakan terasah dan berkembang mengikuti perkembangan zaman yang semakin maju.
Seperti apa sejarah pusat kerajinan ukir kayu yang terkenal di daerah Jawa Tengah ini :
UMKM Kerajinan Binaan YDBA Tampil di Trade Expo Indonesia 2022
Prabangkara pun dihukum dengan diikat di layang-layang, diterbangkan, dan kemudian jatuh di Belakang Gunung yang kini bernama Mulyoharjo. Seniman ukir yang terasing itu kemudian hidup di sana dan mengajarkan ilmu ukir kepada warga Jepara di mana keahlian itu lestari hingga saat ini.
RA Kartini Ikut Kembangkan Seni Ukir JeparaSosok Raden Ajeng Kartini ternyata juga punya andil ikut memajukan dan mengembangkan seni ukir Jepara. Kartini melihat kehidupan para perajin ukir di tanah kelahirannya yang tidak beranjak dari kemiskinan, sesuatu hal ini sangat mengusik batinnya.
Dia kemudian memanggil beberapa perajin dari daerah Gunung Mulyoharjo tempat diwariskannya ilmu seni ukir dari Prabangkara untuk bersama-sama membuat ukiran seperti peti jahitan, meja kecil, figura, tempat perhiasan, dan barang cenderamata lain.
Hasil karya itu kemudian dijual oleh Raden Ajeng Kartini ke Semarang dan Batavia (sekarang Jakarta), sehingga akhirnya kualitas karya seni ukir dari Jepara ini mulai dikenal. Pesanan pun banyak berdatangan dan hasil produksi perajin seni ukir Jepara pun bertambah jenisnya.
Seluruh penjualan barang tersebut setelah dikurangi oleh biaya produksi, uangnya diserahkan secara utuh kepada para perajin dan dapat menaikkan taraf hidup mereka yang berkecimpung di bidang ini. Sementara itu, RA Kartini terus berinisiatif memperkenalkan karya seni ukir Jepara.
Dia mencoba untuk menembus pasar global dengan memberikan berbagai cenderamata kepada teman-temannya yang ada di luar negeri. Kartini pun semakin gencar untuk mempromosikan kerajinan ukiran Jepara. Dia lantas menghubungi Oost en West (asosiasi kerajinan tangan) di Belanda.
Kartini meminta mereka untuk membantu mempromosikan produk seni ukir Jepara. Bahkan, RA Kartini juga mengirimkan hadiah ulang tahun kepada pemimpin tertinggi Negeri Kincir Angin itu yakni Ratu Wilhelmina. Seluruh upaya Kartini berbuah manis.
Seiring berjalannya waktu, permintaan kerajinan ukiran Jepara melonjak berkali-kali lipat dan berhasil dijual dengan harga tinggi. Hal itulah yang mendorong keberhasilan Jepara menjadi pusat kerajinan ukir kayu yang terkenal di daerah Jawa Tengah yang mendunia.
Sejarah Kabupaten Jepara
Jauh sebelum adanya kerajaan-kerajaan di tanah Jawa. Di ujung sebelah utara pulau Jawa sudah ada sekelompok penduduk yang diyakini orang-orang itu berasal dari daerah Yunnan Selatan yang kala itu melakukan migrasi ke arah selatan. Jepara saat itu masih terpisah oleh selat Juwana.
Asal nama Jepara berasal dari perkataan Ujung Para, Ujung Mara dan Jumpara yang kemudian menjadi Jepara yang berarti sebuah tempat pemukiman para pedagang yang berniaga ke berbagai daerah. Menurut buku “Sejarah Baru Dinasti Tang (618-906 M)” mencatat bahwa pada tahun 674 M seorang musafir Tionghoa bernama I-Tsing pernah mengunjungi negeri Holing atau Kaling atau Kalingga yang juga disebut Jawa atau Japa dan diyakini berlokasi di Keling, kawasan timur Jepara sekarang ini serta dipimpin oleh seorang raja wanita bernama Ratu Shima yang dikenal sangat tegas.
Menurut seorang penulis Portugis bernama Tome Pires dalam bukunya “Suma Oriental”, Jepara baru dikenal pada abad ke-XV (1470 M) sebagai bandar perdagangan yang kecil yang baru dihuni oleh 90-100 orang dan dipimpin oleh Aryo Timur dan berada dibawah pemerintahan Demak. Kemudian Aryo Timur digantikan oleh putranya yang bernama Pati Unus (1507-1521). Pati Unus mencoba untuk membangun Jepara menjadi kota niaga.
Pati Unus dikenal sangat gigih melawan penjajahan Portugis di Malaka yang menjadi mata rantai perdagangan nusantara. Setelah Pati Unus wafat digantikan oleh ipar Faletehan/Fatahillah yang berkuasa (1521-1536). Kemudian pada tahun 1536 oleh penguasa Demak yaitu Sultan Trenggono, Jepara diserahkan kepada anak dan menantunya yaitu Ratu Retno Kencono dan Pangeran Hadirin, suaminya. Namun setelah tewasnya Sultan Trenggono dalam Ekspedisi Militer di Panarukan Jawa Timur pada tahun 1546, timbulnya geger perebutan tahta kerajaan Demak yang berakhir dengan tewasnya Pangeran Hadiri oleh Aryo Penangsang pada tahun 1549.
Kematian orang-orang yang dikasihi membuat Ratu Retno Kencono sangat berduka dan meninggalkan kehidupan istana untuk bertapa di bukit Danaraja. Setelah terbunuhnya Aryo Penangsang oleh Sutowijoyo, Ratu Retno Kencono bersedia turun dari pertapaan dan dilantik menjadi penguasa Jepara dengan gelar NIMAS RATU KALINYAMAT.
Pada masa pemerintahan Ratu Kalinyamat (1549-1579), Jepara berkembang pesat menjadi Bandar Niaga utama di Pulau Jawa, yang melayani eksport import. Di samping itu juga menjadi Pangkalan Angkatan Laut yang telah dirintis sejak masa Kerajaan Demak.
Sebagai seorang penguasa Jepara yang gemah ripah loh jinawi karena keberadaan Jepara kala itu sebagai Bandar Niaga yang ramai, Ratu Kalinyamat dikenal mempunyai jiwa patriotisme anti penjajahan. Hal ini dibuktikan dengan pengiriman armada perangnya ke Malaka guna menggempur Portugis pada tahun 1551 dan tahun 1574. Adalah tidak berlebihan jika orang Portugis saat itu menyebut sang Ratu sebagai RAINHA DE JEPARA”SENORA DE RICA, yang artinya Raja Jepara seorang wanita yang sangat berkuasa dan kaya raya.
Serangan sang Ratu yang gagah berani ini melibatkan hamper 40 buah kapal yang berisikan lebih kurang 5.000 orang prajurit. Namun serangan ini gagal, ketika prajurit Kalinyamat ini melakukan serangan darat dalam upaya mengepung benteng pertahanan Portugis di Malaka, tentara Portugis dengan persenjataan lengkap berhasil mematahkan kepungan tentara Kalinyamat.
Namun semangat Patriotisme sang Ratu tidak pernah luntur dan gentar menghadapi penjajah bangsa Portugis, yang di abad 16 itu sedang dalam puncak kejayaan dan diakui sebagai bangsa pemberani di Dunia.
Dua puluh empat tahun kemudian atau tepatnya Oktober 1574, sang Ratu Kalinyamat mengirimkan armada militernya yang lebih besar di Malaka. Ekspedisi militer kedua ini melibatkan 300 buah kapal diantaranya 80 buah kapal jung besar berawak 15.000 orang prajurit pilihan. Pengiriman armada militer kedua ini dipimpin oleh panglima terpenting dalam kerajaan yang disebut orang Portugis sebagai “QUILIMO”.
Walaupun akhirnya perang kedua ini yang berlangsung berbulan-bulan tentara Kalinyamat juga tidak berhasil mengusir Portugis dari Malaka, namun telah membuat Portugis takut dan jera berhadapan dengan Raja Jepara ini, terbukti dengan bebasnya Pulau Jawa dari Penjajahan Portugis di abad 16 itu.
Sebagai peninggalan sejarah dari perang besar antara Jepara dan Portugis, sampai sekarang masih terdapat di Malaka komplek kuburan yang disebut sebagai Makam Tentara Jawa. Selain itu tokoh Ratu Kalinyamat ini juga sangat berjasa dalam membudayakan SENI UKIR yang sekarang ini jadi andalan utama ekonomi Jepara yaitu perpaduan seni ukir Majapahit dengan seni ukir Patih Badarduwung yang berasal dari Negeri Cina.
Menurut catatan sejarah Ratu Kalinyamat wafat pada tahun 1579 dan dimakamkan di desa Mantingan Jepara, di sebelah makam suaminya Pangeran Hadiri. Mengacu pada semua aspek positif yang telah dibuktikan oleh Ratu Kalinyamat sehingga Jepara menjadi negeri yang makmur, kuat dan mashur maka penetapan Hari Jadi Jepara yang mengambil waktu beliau dinobatkan sebagai penguasa Jepara atau yang bertepatan dengan tanggal 10 April 1549 ini telah ditandai dengan Candra Sengkala TRUS KARYA TATANING BUMI atau terus bekerja keras membangun daerah.
Step 1: The distance on the number line is represented by the square root of the time in seconds. Step 2: From the diagram, the distance covered is 5 units. Step 3: Let the time be represented by t seconds. So, t=5\sqrt{t}=5t=5. Step 4: Squaring both sides gives t=52=25t=5^2=25t=52=25. Step 5: Therefore, the time shown on the number line is 25s=5s\sqrt{25}s=5s25s=5s.
Heboh Biawak Masuk Rumah Makan di Jepara, Petugas Damkar Sempat Kesulitan Mengevakuasi
Bicara soal kerajinan ukir kayu, ukiran di Jepara sudah tak diragukan lagi kualitasnya. Terbukti, hasil kerajinan ukiran Jepara mampu diekspor ke lebih 100 negara hingga membuat kabupaten ini dijuluki The World Craving Centre atau Pusat Ukiran Dunia.
Di Jepara, kegiatan mengukir dan memahat untuk menghasilkan mebel dan karya seni ukiran sudah menjadi bagian dari sosial, budaya, seni, dan ekonomi. Bahkan, politik yang sudah lama terbentuk dan sulit untuk dipisahkan dari akar sejarahnya.
Mengenal Desa Wisata Kasongan Pusatnya Kerajinan Gerabah di Yogyakarta
Sebagai pelukis, dia harus melukis melalui imajinasinya karena dia tentu tidak boleh melihat permaisuri dalam keadaan tanpa busana. Prabangkara melakukan tugasnya dengan sempurna sampai kotoran seekor cicak jatuh mengenai lukisan itu, membuat lukisan permaisuri seakan mempunyai tahi lalat.
Raja sangat puas dengan hasil karya Prabangkara namun begitu melihat ‘tahi lalat’ tersebut, maka marahlah sang raja dan menuduh Prabangkara melihat permaisuri tanpa busana, karena lokasi tahi lalatnya persis dengan kenyataannya!
Daerah di Jawa Tengah yang terkenal dengan kerajinan ukiran adalah Jepara. Daerah ini telah lama dikenal sebagai pusat kerajinan ukiran yang mendunia sejak abad ke-19. Keahlian mereka dalam memproduksi mebel dan ukiran telah meraih pengakuan dan penghargaan dari berbagai kalangan, baik di dalam maupun di luar negeri.
Jepara, dengan bangga, didefinisikan sebagai sebuah kawasan terpadu penghasil mebel dan ukiran. Budaya mengukir dan memahat di kota ini bukan hanya sekadar industri, melainkan telah meresap dalam aspek budaya, seni, ekonomi, sosial, dan politik, menjadi bagian integral dari sejarahnya yang mendalam.
Melansir dari situs website resmi Republik Indonesia, ditegaskan bahwa daerah di Jawa Tengah yang terkenal dengan kerajinan ukiran atau pahatannya adalah Jepara dan memiliki ciri khas yang membedakannya dari yang lain. Ukiran Jepara memiliki motif seperti Daun Trubusan yang terdiri dari varian unik, termasuk daun yang muncul dari tangkai relung dan daun yang tumbuh dari cabang atau ruasnya.
Motif Jepara juga dikenal dengan istilah "Jumbai," yang ditandai oleh daun yang membuka layaknya kipas dengan ujungnya yang meruncing. Motif ini seringkali dihiasi dengan tiga atau empat biji yang tumbuh dari pangkal daunnya. Satu ciri khas yang tak terbantahkan adalah kemampuan tangkai relung dalam memutar dengan gaya memanjang dan menjalar membentuk cabang-cabang kecil yang mengisi ruang dan menambah keindahan karya seni tersebut. Ciri-ciri khas inilah yang menjadi identitas kuat dari ukiran Jepara.
Daerah di Jawa Tengah yang terkenal dengan kerajinan ukiran adalah Jepara, mereka bisa menampilkan sifat akomodatif yang mampu menjaga keseimbangan dan keselarasan dalam kehidupan sehari-hari masyarakat. Keseimbangan ini menjadi prinsip penting karena masyarakat Jawa cenderung sangat menjunjung tinggi konsep keselarasan dalam hidup mereka. Ukiran di daerah pesisir, sebagai contoh, dapat terlihat lebih terbuka dan menyiratkan kepribadian yang berbeda.
Sejalan dengan keindahannya, kualitas produk ukiran Jepara sudah mendunia. Mereka menggunakan material bermutu tinggi, seperti kayu jati dan jenis kayu-kayu lain yang terbukti kualitasnya. Kayu jati, bahan utama dalam ukiran Jepara, memiliki daya tahan luar biasa, dapat bertahan selama lebih dari 20 tahun.
Jepara disebut sebagai daerah di Jawa Tengah yang terkenal dengan kerajinan ukiran, karena hasilnya memiliki tekstur halus dan memiliki serat yang tajam. Harga mebel Jepara relatif lebih tinggi, namun dengan kualitas tinggi dan nilai seni yang tinggi, harganya sebanding.
Salah satu tantangan terbesar dalam produk ukiran kayu adalah ketahanannya terhadap air dan serangan rayap atau ngengat. Namun, kualitas terbaik ukiran Jepara dibuktikan oleh kandungan minyak alami dalam kayu jati, yang membuat produk mereka tahan air dan tahan terhadap serangan rayap.
Jalan Simpang Danau, Sumberjo, Way Jepara, Kabupaten Lampung Timur, Lampung 34396, Indonesia
Secara umum, rumah bagiku artinya adalah sebagai tempat di mana kita merasa nyaman dan sepenuhnya menjadi diri sendiri. Rumah adalah tempat di mana kita tidak perlu berupaya untuk memberikan impresi kepada siapapun. Tempat yang aman dan membuat kita selalu betah sehingga ingin selalu kembali.
Namun di masa pandemi, kata rumah dalam arti yang sebenarnya seakan bergeser. Aku merasa pandemi ini memaksa kita untuk diam di rumah dan menghadapi pikiran-pikiran kita sendiri. Rumah dalam arti yang sebenarnya malah bisa jadi bukan zona nyaman saat ini, melainkan tempat yang menantang. Bayangkan kita harus bersama keluarga setiap hari dan tentunya semakin sering kita bertemu, semakin sering timbul friksi. Kalau aku ditanyakan sekarang zona nyamanku ada di mana, mungkin aku akan jawab di luar kota, berlibur. Apalagi aku adalah seorang ekstrover yang suka bertemu banyak orang. Di saat seperti sekarang yang membatasiku bertemu banyak orang tapi tetap harus mengeluarkan ide dan konsep kreatif untuk menghasilkan karya, bisa membuatku tidak nyaman.
Sebenarnya, tidak ada salahnya ingin selalu berada di zona nyaman. Tapi ingatlah bahwa di dalam zona nyaman kita akan kesulitan untuk bertahan dan berjuang. Terkadang saat berada di zona nyaman kita rela untuk melewatkan sesuatu yang luar biasa demi mempertahankan kondisi di mana kita tahu tidak akan hal buruk yang berisiko membahayakan. Hanya saja, aku yakin bahwa normalnya, manusia tidak bisa selalu berada di zona nyaman selama yang diinginkan. Pada satu titik hidup, kita “dipaksa” keluar dari zona nyaman.
Terkadang saat berada di zona nyaman, kita rela untuk melewatkan sesuatu yang luar biasa, demi mempertahankan kondisi di mana kita tahu tidak akan hal buruk yang berisiko membahayakan.
Terkadang aku pun merasa seperti ingin “lari”. Tapi akhirnya, pertanyaan yang akan aku tanyakan pada diriku sendiri adalah alasan mengapa aku ingin pergi. Aku menyadari ternyata kita tidak bisa terus lari. Pasti dalam hidup ada satu masa yang mengharuskan kita untuk menemukan “rumah” dalam diri sendiri. Jadi, kita bisa merasa selalu di “rumah” di manapun atau kapanpun kita berada. Pada akhirnya, kita bisa baik-baik saja dengan pikiran-pikiran sendiri.
Pasti dalam hidup ada satu masa yang mengharuskan kita untuk menemukan “rumah” dalam diri sendiri.
Jika melihat kembali ke belakang, perjalanan diriku yang sekarang melibatkan begitu banyak orang dan situasi yang berbeda-beda. Aku kurang percaya dengan istilah self-made. Sebaliknya, aku percaya bahwa butuh banyak orang untuk membentuk satu individu. Di balik jati diri seseorang ada jerih payah seribu orang dalam pembentukannya. Itulah yang terjadi padaku. Dalam aspek karier, awalnya aku hanyalah seorang ilustrator paruh waktu. Namun karena bertemu dengan banyak orang, mendapat dukungan dari banyak orang, yang bahkan banyak aku dapatkan dari teman-teman di media sosial, aku bisa mendapat lebih banyak kesempatan.
Di balik jati diri seseorang ada jerih payah seribu orang dalam pembentukannya.
Dalam perjalanan itu pun, aku melihat kata “penerimaan” menjadi kata kunci dalam pembentukan diriku baik secara personal maupun profesional. Sebelum kuliah, aku berada di lingkungan yang cukup homogen. Aku berupaya keras untuk bisa diterima dengan standar yang ada dan bisa berbaur. Ternyata upaya itu cukup berat hingga membuatku jadi sulit menerima diri sendiri. Terkadang aku merasa tidak aman dan selalu cemas. Perihal menguncir rambut saja tidak berani karena merasa akan terlihat jelek atau aneh.
Tapi itu semua berubah ketika aku berada di kuliah jurusan seni di mana begitu banyak orang-orang yang terlihat eksentrik dan unik menurut pemahaman mereka sendiri-sendiri. Ternyata, berada di lingkungan dengan beragam orang yang berbeda bisa menggali sesuatu dalam diri yang tersembunyi. Aku merasa menerima banyak dukungan atas apa yang aku lakukan dan apa adanya aku. Sekaligus memahami bahwa tidak selamanya perjalanan akademis atau karier harus selalu kompetitif. Ada lebih dari satu cara untuk mencapai sesuatu, dan menang bersama-sama rasanya lebih nikmat.
Tidak selamanya perjalanan akademis atau karier harus selalu kompetitif. Ada lebih dari satu cara untuk mencapai sesuatu, dan menang bersama-sama rasanya lebih nikmat.
Saat ini, walaupun aku sudah cukup menerima diri sendiri, tapi aku merasa belum menjadi versi paling otentik 100%. Aku merasa ketika kita sudah menjadi otentik 100% berarti tidak ada lagi yang perlu dipelajari dan diubah. Sedangkan, mengubah konsep yang sudah kita tahu selama ini dan harus percaya pada suatu konsep baru yang ada di luar kita adalah hal yang sulit. Contohnya dalam aspek profesional, terkadang aku sulit untuk jujur ke diri sendiri atau kepada audiens jika pada satu waktu aku sedang tidak merasa dalam suasana ingin menggambar. Atau misalnya aku bisa bilang berkarya untuk diri sendiri dan tidak butuh validasi, tapi ternyata aku juga tidak bisa menyangkal bahwa aku berharap karya itu bisa direspon positif. Saat tahu ternyata ada orang yang kurang suka dengan karyaku, aku masih bisa goyah dengan prinsip “berkarya bukan untuk validasi”. Artinya, aku masih bisa tidak jujur pada diri sendiri dan belum otentik. Tapi aku berharap suatu hari nanti, aku bisa benar-benar menjadi otentik 100%.
SEMARANG, iNews.id – Pusat kerajinan ukir kayu yang terkenal di daerah Jawa Tengah ada di Kabupaten Jepara. Ya, Jepara terkenal sebagai pusat bisnis kayu, mebel dan ukirannya.
Jika membicarakan Jepara, tentu ingatan masyarakat akan langsung tertuju pada sosok RA Kartini. Mengingat, Jepara merupakan tanah kelahiran sosok pahlawan emansipasi wanita di Indonesia.